Harga batu bara kembali melanjutkan tren penurunan signifikan di tengah lonjakan produksi dari dua raksasa Asia, India dan China.
Berdasarkan data Refinitiv, harga batu bara pada 25 Maret 2025 tercatat sebesar US$98,25 per ton, turun 1,36% dari hari sebelumnya yang mencapai US$99,60 per ton. Ini merupakan level terendah sejak Mei 2021, saat pandemi Covid-19 masih menghantam pasar global.
Penurunan harga batu bara ini tak lepas dari produksi yang melimpah dari India dan China, yang menyebabkan stok komoditas ini menumpuk. Sementara itu, harga futures batu bara Newcastle di Australia juga terkoreksi tajam, mendekati angka US$100 per ton, atau turun sekitar 20% sejak awal tahun.
Di tengah tekanan ini, Glencore Plc, eksportir batu bara terbesar dunia, mengambil langkah strategis dengan memangkas target produksinya di tambang Cerrejon, Kolombia. Produksi batu bara di tambang tersebut akan dikurangi sekitar 5 hingga 10 juta ton dari proyeksi awal, menjadi hanya 11 hingga 16 juta ton pada 2025.
“Alasan utama pemangkasan ini didorong oleh harga batu bara termal ekspor yang tidak berkelanjutan,” ujar Glencore dalam pernyataan resminya, Selasa (25/3).
Langkah Glencore ini bukan kali pertama. Perusahaan memang dikenal sebagai pelaku pasar yang responsif terhadap fluktuasi harga. Pemangkasan produksi menjadi strategi jangka pendek untuk menyeimbangkan kembali pasar dan mendorong stabilitas harga.
Sejak memuncak lebih dari US$450 per ton pada September 2022 akibat konflik Rusia-Ukraina, harga batu bara terus melemah. Meningkatnya produksi pasca lonjakan harga kala itu juga memperparah kelebihan pasokan saat ini.
Kondisi ini menjadi perhatian serius bagi pelaku industri dan investor komoditas. Harga batu bara yang rendah dapat memicu pengurangan aktivitas produksi dan berdampak pada perekonomian wilayah penghasil.
Demikian informasi seputar tren terbaru harga batu bara. Untuk berita ekonomi, bisnis dan investasi terkini lainnya hanya di Bulelengpagi.Com.
