Peran Kritis Sektor Hulu Migas dalam Pemenuhan Energi Selama Transisi Energi Indonesia

227
Industri hulu migas memainkan peran krusial sebagai penyedia bahan baku utama untuk industri, manufaktur, serta sektor transportasi dan logistik yang mendukung transisi energi. (Sindonews.com)

Pengamat Energi dari Universitas Gadjah Mada (UGM), Deendarlianto menggarisbawahi peran penting dan strategis sektor hulu minyak dan gas bumi (migas) dalam menghadapi era transisi energi di Indonesia. Dalam konteks ini, sektor ini dianggap sebagai modal dasar pembangunan nasional, terutama dalam pemenuhan kebutuhan energi nasional selama masa transisi energi yang sedang berlangsung.

Menurut Deendarlianto, industri hulu migas memainkan peran krusial sebagai penyedia bahan baku utama untuk industri, manufaktur, serta sektor transportasi dan logistik yang mendukung transisi energi. Pemanfaatan migas sebagai bahan bakar utama dalam sektor transportasi masih tetap relevan, terutama dalam mencapai Net Zero Emission 2060, mengingat kendala yang masih ada dalam penerapan kendaraan listrik secara total.

Sementara migrasi menuju energi baru terbarukan terus berlangsung, Deendarlianto menegaskan bahwa peran migas tidak boleh diabaikan, terutama dalam mendukung sektor transportasi yang masih sangat bergantung pada sumber energi tersebut. Pemimpin masa depan diharapkan untuk terus mendorong perkembangan sektor hulu migas dengan merespons aturan dan kebijakan insentif investasi.

Migas tidak hanya digunakan sebagai bahan bakar untuk transportasi, tetapi juga sebagai bahan baku utama untuk berbagai produk turunan seperti metanol, plastik, dan petrokimia. Deendarlianto menilai bahwa ini adalah peran terbesar migas dalam mendukung era industrialisasi Indonesia dan peralihan transisi energi, terutama dalam konteks migrasi energi menuju sumber energi baru terbarukan.

Berdasarkan laporan Badan Pusat Statistik (BPS), kebutuhan energi Indonesia diproyeksikan mencapai 2,9 miliar setara barel minyak (SBM) pada tahun 2050. Pertumbuhan ini sesuai dengan proyeksi pertumbuhan ekonomi, penduduk, harga energi, dan kebijakan pemerintah. Sektor industri diperkirakan akan mendominasi kebutuhan energi nasional dengan pertumbuhan rata-rata 3,9 persen per tahun, sementara sektor transportasi diperkirakan tumbuh lebih rendah, yaitu sekitar 3,2 persen per tahun.

Deendarlianto menyebutkan bahwa penggunaan teknologi peralatan berbahan bakar minyak (BBM) masih lebih efisien dibandingkan dengan teknologi energi lainnya, sehingga BBM masih mendominasi kebutuhan energi akhir dengan pertumbuhan rata-rata 2,8 persen per tahun. Ini mencerminkan pentingnya peran industri hulu migas dalam mendukung efisiensi energi pada sektor transportasi.

Pemerintah Indonesia telah menetapkan target bauran energi nasional untuk tahun 2025, dengan energi baru terbarukan (EBT) sebesar 23 persen, gas bumi 22 persen, minyak bumi 25 persen, dan batubara 30 persen. Menko Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan, menekankan peran strategis sektor migas dalam mendukung investasi dan pertumbuhan ekonomi. Kolaborasi, kerja sama, dan inovasi dianggap sebagai kunci untuk mencapai target produksi minyak bumi sebesar 1 juta barel per hari dan gas sebesar 12 BSCFD pada tahun 2030.

Dengan pernyataan tersebut, pemerintah berencana merilis regulasi baru, yakni Peraturan Presiden (Perpres), untuk mempercepat perizinan pengusahaan industri hulu migas. Ini diharapkan dapat memperkuat posisi sektor migas sebagai penggerak utama dalam mendukung transisi energi Indonesia menuju masa depan yang berkelanjutan.

Demikian informasi seputar perkembangan transisi energi di Indonesia. Untuk berita ekonomi, bisnis dan investasi terkini lainnya hanya di Bulelengpagi.Com.

Tags: bisnis, Deendarlianto, Ekonomi, Energi, Indonesia, Keuangan, Migas, Minyak dan Gas, Minyak dan Gas Bumi, Net Zero Emission, Peraturan Presiden, Perpres, Transisi Energi, UGM, Universitas Gadjah Mada