Badan pengelola kegiatan hulu minyak dan gas bumi, SKK Migas, melaporkan bahwa sebanyak 49 kontrak hulu minyak dan gas bumi (migas) akan mengalami terminasi. Isu utama yang menyebabkan terminasi kontrak tersebut adalah kendala keuangan, yang menghambat pelaksanaan kegiatan eksploitasi di wilayah kerja (WK) migas.
Menurut Kepala SKK Migas, Dwi Soetjipto terminasi ini terjadi karena beberapa perusahaan tidak dapat memenuhi komitmen mereka dan tidak ada solusi yang dapat ditemukan untuk menghindari terminasi tersebut.
“Dan kedua belah pihak sepakat bahwa ini sudah tidak ada jalan lain sehingga terminasi supaya ada operator lain yang mungkin memiliki teknologi kapabilitas dan khususnya keuangan yang memadai. Kebanyakan mereka-mereka kan tersendat karena kemampuan keuangan,” ungkapnya di Kementerian ESDM Jakarta, Jumat (12/10/2023).
Terminasi ini menandai kesulitan banyak perusahaan dalam menjalankan proyek eksplorasi dan eksploitasi minyak dan gas bumi karena keterbatasan keuangan, yang mengakibatkan berakhirnya kontrak sebelum aktivitas yang dijanjikan selesai.
Dari hasil penelusuran, sejak tahun 2020 hingga 2023, sebanyak 49 kontrak hulu minyak dan gas bumi (migas) berpotensi mengalami terminasi atau dikembalikan ke negara.
Kepala Divisi Program dan Komunikasi SKK Migas, Hudi D Suryodipuro mengakui bahwa proses terminasi kontrak hulu migas sedang dalam proses. Namun, keputusan akhir akan diumumkan oleh Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).
“Itu nanti dari (Ditjen) Migas yang nanti akan menyampaikan. Soalnya kalau umpamanya dari proses pengembalian itu sudah diatur dari sisi contractual. Dia ada ketentuan-ketentuannya berapa lama kalau itu (blok migas) harus sudah dikembalikan,” jelasnya di sela diskusi migas di BSD, Tangerang Selatan, Rabu (11/10).
Demikian informasi terkait SKK migas. Untuk berita ekonomi, bisnis dan investasi lainnya hanya di BulelengPagi.com.